Ma’ruf Cahyono: Indonesia Darurat Kekerasan Anak

Kabardedikan.com, Nasional — Guru Besar Kehormatan Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Ma’ruf Cahyono menyatakan, Indonesia mengalami darurat kekerasan terhadap anak. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2022, terdapat 21.241 anak yang menjadi korban kekerasan.

Jumlah tersebut mencakup kekerasan di dalam rumah tangga maupun di luar rumah, seperti tempat pendidikan dan lingkungan lainnya. Jenis kekerasan yang paling umum adalah kekerasan seksual, dengan 9.588 anak menjadi korban.

Diikuti oleh kekerasan psikologis terhadap 4.162 anak, kekerasan fisik terhadap 3.746 anak, penelantaran terhadap 1.269 anak, tindak pidana perdagangan orang terhadap 219 anak, eksploitasi terhadap 216 anak, dan kekerasan dalam bentuk lainnya terhadap 2.041 anak.

“Anak yang mengalami kekerasan seksual akan mengalami dampak psikologis serius dan trauma jangka panjang,” kata Ma’ruf seperti dikutip Tempo.co, Rabu, 17 Mei 2023.

Ma’ruf mengatakan, Anak-anak dalam keluarga yang dipenuhi kekerasan adalah anak yang rentan dalam bahaya, kekejaman yang dialami banyak terjadi akibat kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT.

Menurut dia, suami yang menganiaya istri dapat pula melakukan kekerasan pada anak. Kemudian istri yang mengalami penganiayaan bisa melampiaskan kemarahan pada anak. Anak juga bisa mengalami cedera ketika mencoba melerai kekerasan antara kedua orang tuanya.

Kini kekerasan dalam rumah tangga terjadi di semua tingkat sosial dan ekonomi. Ma’ruf menyebut, keluarga dari kalangan selebriti juga tak luput dari kekerasan. Dampak dari kekerasan tersebut paling berat dialami oleh anak.

Beberapa kasus kekerasan yang dia contohkan terjadi di rumah. “Lingkungan rumah yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, justru menjadi lahan subur praktik kekerasan,” tutur dia.

Seperti kejadian di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan dua tahun lalu. Seorang anak perempuan berusia enam tahun dianiaya dua orang tuanya dan kakek neneknya. “Mereka mencoba mencukil mata sang anak untuk ritual pesugihan,” ucap Ma’ruf.

Meski jumlah kekerasan anak masih tinggi, Ma’ruf mengatakan Indonesia telah memiliki regulasi yang cukup mewadahi. “Kalau regulasi sudah dianggap lengkap, nilai-nilai kita sudah punya, berarti implementasi dari spirit regulasi ini yang ada kesenjangan,” ujarnya.

Menurut dia, implementasi aturan yang ada di lapangan harus segera dibenahi. Sehingga antara tujuan aturan dapat dijalankan sepenuhnya. “Normanya sudah ada. Kemudian struktur menyangkut kelembagaan dan orang-orangnya. Kalau orang-orangnya tidak berkualitas apa yang ada dalam aturan tak bisa dilaksanakan dengan baik,” kata dia.

Konferensi internasional di Unissula tersebut juga dihadiri sejumlah guru besar dari perguruan tinggi sejumlah negara antara lain Korea, Jepang, Turki, Jerman, Belanda, dan Malaysia.(*)

Komentar