Meski Sudah Dibahas, Masih Ada Pendapatan APBD Luwu 2023 Belum Cair: Nilainya Rp 25 M

Kabardedikan.com, Luwu – Laporan Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2023 Pemerintah Kabupaten Luwu telah dibahas DPRD. Seluruh fraksi sudah memberikan pandangan akhirnya terkait realisasi penggunaan anggaran tersebut.

Pada APBD tahun 2023, terdapat pendapatan daerah yang belum cair dan masuk ke Kas Daerah (Kasda). Celakanya, pendapatan tersebut telah dianggarkan untuk belanja daerah pada tahun itu.

Pendapatan tersebut berasal dari pelepasan aset jalan ke pihak swasta di Desa Rante Balla, Kecamatan Latimojong, dengan tafsiran nilai sebesar Rp 25 miliar.

Sekadar diketahui, hal ini menjadi salah satu penyebab munculnya utang daerah terhadap sejumlah proyek pada tahun 2023. Sebab, salah satu sumber pendapatan pada waktu itu belum cair sedangkan proyek (belanja) telah selesai.

Hingga akhir pembahasan pertanggungjawaban APBD 2023 belum lama ini, pendapatan tersebut belum kunjung cair lantaran aset tersebut belum dilepas ke pihak swasta sebagai pemohon. Lantas, bagaimana status pendapatan tersebut?.

Kepala Bidang Anggaran Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Luwu, Sarto, mengatakan bahwa status pendapatan itu hanya pendapatan yang belum cair saja. Terlebih, kata dia, pendapatan tersebut telah dimasukkan dalam APBD 2024 dan diperhadapkan dengan belanjanya sendiri.

“Sudah masuk kembali APBD 2024 itu, sudah masuk kembali dalam pendapatan. Belanja utang bersumber pendapatan ini sudah dibayar sebagian dari sumber pendapatan lain, karena uangnya belum masuk (Kasda),” jelasnya.

Sementara itu Kepala Bidang Aset Badan Keuangan dan Aset Daerah atau BKAD Luwu Randy mengatakan, aset jalan tersebut saat ini tengah proses untuk dilakukan lelang.

“Tidak ada kendala, hanya menunggu antrian di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Palopo saja. Kita tinggal menunggu jadwal keluar,” kata dia.

Tambahan informasi, permohonan pelepasan aset ini telah diajukan pihak swasta pada pertengahan tahun 2023. Namun terkendala persetujuan pihak DPRD yang mengakibatkan batas waktu tafsiran harga (taksasi) kadaluarsa. Hal inilah kemudian menyebabkan sumber pendapatan daerah ini tidak masuk dalam kas daerah. (Jayanto)

Komentar