Luwu Miliki Potensi Bencana Tertinggi di Sulsel, Puslitbang Unhas Sarankan Ini

Kabardedikan.com, Luwu – Ilham Alimuddin, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kebencanaan Universitas Hasanuddin (Unhas) mengatakan, Kabupaten Luwu berada pada posisi pertama pada Indeks Resiko Bencana Indonesia (IRBI) di Sulawesi Selatan berdasarkan survei kajian cepat penanganan bencana banjir dan tanah longsor.

Olehnya itu, untuk mengurangi resiko bencana di Luwu, dirinya menyarankan agar pemerintah daerah mendalami pemahaman resiko bencana.

“Untuk jangka pendeknya, perlu pendataan rumah atau bangunan yang berada pada area bahaya tanah longsor,” kata dia dikutip dari Antara Makassar, Minggu, 1 Juni 2024.

Ia juga menganjurkan, pemerintah berkoodinasi dengan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait guna melaksanakan survei dan pemetaan pada titik longsor.

“Perlu pemetaan lanjutan pada titik longsor yang belum terpetakan yakni prioritas di permukiman untuk memastikan apakah perlu dilakukan relokasi atau tidak, serta mitigasi apa yang diperlukan,” tandasnya.

Untuk mitigasi jangka menengah sambungnya, perlu melengkapi dokumen perencanaan penanggungan bencana dimulai dari kajian risiko bencana kemudian disusun untuk tahun 2025.

“Dilanjutkan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) dan Rencana Kontigensi (Renkon) per jenis bencana sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal Sub Urusan Bencana Kabupaten Kota,” ujar dia.

Dirinya menambahkan, dari hasil kajian risiko bencana dan perencanaan tata ruang Kabupaten Luwu harus diintegrasikan. Namun terpenting kata dia, rutin melakukan pemantauan hulu sungai.

“Kemudian koordinasi antara dinas terkait dan peningkatan kapasitas serta edukasi masyarakat terkait pengetahuan risiko maupun mitigasi bencana wilayah masing-masing,” jelas Ilham. 

Ilham juga mengungkapkan bahwa bencana longsor yang terjadi di Kabupaten Luwu bulan lalu, disebabkan sedikit banyaknya dipengaruhi karakteristik tanah yang sebagian besar termasuk jenis tanah longsor translasi (debris slide) dan terjadi pada tanah tebal yang merupakan pelapukan dari batuan metamorf. 

“Sementara kondisi geologi wilayah tanah Luwu, khususnya di Kecamatan Latimojong yang mengalami longsor berada pada formasi batuan filit atau batuan keras yang berlapis tipis sudah lapuk di atas”.

“Namun sebagian di bawahnya tidak mengalami lapuk hingga menyebabkan lapisan tidak lapuk ini menjadi licin, kemudian mendorong tanah lapuknya ke bawah lalu menjadi longsor,” kata Ilham.

Bencana alam yang terjadi di Luwu tersebut disebut-sebut sebagai bencana terparah sebab 13 Kecamatan terdampak atas bencana tersebut.

Dari data BNPB menyebutkan, ada 107.614 orang terdampak, 14 orang diantaranya meninggal dunia, 38 orang luka-luka serta 2.869 orang mengungsi.

Kemudian 4.540 rumah terdampak, 437 rumah diantaranya rusak berat. Juga 10 fasiltas pendidikan terdampak, 3 faskes, 1 kantor KUA, 1 rumah ibadah, 15 kendaran, 17 jalan, 16 jembatan dan 7 bangunan air. (Antara)

Komentar